1.
Pengertian Pers
Istilah “pers”
berasal dari kata persen Belanda, press Inggris, yang berarti “menekan” yang merujuk pada alat cetak kuno
yang digunakan dengan menekan secara keras untuk menghasilka karya cetak pada lembaran kertas.
2)
Era demokrasi Liberal, tahun 1949 - 1959.
Pers Era Demokrasi
Liberal
Era Demokrasi Liberal (1945 – 1959)
Di era demokrasi liberal, landasan
kemerdekaan pers adalah Konstitusi RIS 1949 dan UUD Sementara 1950. Pada pasal 19 Konstitusi RIS 1949,
disebutkan “Setiap orang bethak atas
kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat”.
Kemudian pasal ini juga di cantumkan di dalam UUD Sementara 1950.
Masa Demokrasi
Liberal adalah masa di antara tahun 1950 sampai 1959. Pada waktu itu Indonesia
menganut system parlementer yang berpaham liberal. Pers nasional saat itu
sesuai dengan alam liberal yang sangat menikmati adanya kebebasan pers. Pers
nasional pada umumnya mewakili aliran politik yang saling berbeda. Fungsi pers
dalam masa pergerakan dan revolusi berubah menjadi pers sebagai perjuangan
kelompok partai atau aliran politik.
Awal pembatasan
pers di masa demokrasi
liberal adalah efek samping dari keluhan
wartawan terhadap pers Belanda dan Cina, namun pemerintah tidak membatasi pembreidelan
pers asing saja tetapi terhadap pers nasional. Demokrasi liberal berakhir
ketika Orde Lama dimulai. Era demokrasi liberal adalah sejak Pemilu 1955 hingga
Dekrit Presiden 1959.
Tindakan pembatasan pers
terbaca dalam artikel Sekretaris Jenderal Kementerian Penerangan, Ruslan
Abdulgani, antara lain….”khusus di bidang
pers beberapa pembatasan perlu dilakukan atas kegiatan-kegiatan kewartawanan
orang-orang asing….”
Dalam aksi-aksi ini
peranan yang telah dilakukan oleh pers republik sangat besar. Republik
Indonesia Serikat yang tidak sesuai dengan keinginan rakyat akhirnya bubar
dengan terbentuknya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1950.
Pada masa ini untuk memperoleh pengaruh dan dukungan pendapat umum, pers kita yang pada umumnya mewakili aliran-aliran politik yang saling bertentangan, menyalahgunakan kebebasan pers (freedom of the press), yang kadang-kadang melampaui batas-batas kesopanan.
Pada masa ini untuk memperoleh pengaruh dan dukungan pendapat umum, pers kita yang pada umumnya mewakili aliran-aliran politik yang saling bertentangan, menyalahgunakan kebebasan pers (freedom of the press), yang kadang-kadang melampaui batas-batas kesopanan.
Ciri-Ciiri per Masa Demokrasi Liberal
Memberi Perlindungan yang Keras Terhadap
Pers Namun dalam Prakteknya Tidak
Pembatasan Terhadap Pers
Adanya Tindakan Antipers
Era
Pers Liberal
Dunia internasional mengakui Indonesia sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat pada Desember 1949. Surat kabar Indonesia Raya sendiri, pertama kali terbit di Jakarta, dengan nomor pertama yang tiba di tangan pembaca, berselang dua hari sesudah peristiwa penandatanganan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda, 27 Desember 1949. Sementara, lebih dari setahun sebelumnya yakni 29 November 1948, di Jakarta juga telah terbit harian Pedoman yang dibawahi oleh Rosihan Anwar, harian Merdeka yang telah terbit sejak 1 Oktober 1945 dan Indonesia Merdeka yang terbit sejak 4 Oktober 1945.
Era liberal itu, ditandai dengan peningkatan tiras surat kabar di Indonesia. Tahun 1950, sebanyak 67 harian yang terbit berbahasa Indonesia bertiras sekitar 338.300 eksemplar. Kemudian pada 1957, jumlah harian di Indonesia bertambah menjadi 96 judul dengan tiras mencapai 888.950 eksemplar. Setahun sebelum pemilihan umum pertama, 1955, terdapat setidaknya 27 koran yang terbit di Jakarta. Total tiras seluruh surat kabar tersebut mencapai 320.000 eksemplar, dengan empat surat kabar besar, yakni harian Rakyat, koran organ PKI yang mempunyai tiras hingga 55.000 eksemplar, Pedoman yang berorientasi PSI dengan tiras 48.000 eksemplar, Suluh Indonesia yang ditengarai oleh organ PNI dengan tiras 40.000 eksemplar dan harian Abadi yang berorientasi Masyumi dengan tiras 34.000 eksemplar.
Pers di masa demokrasi liberal (1949-1959) landasan kemerdekaan pers adalah konstitusi RIS 1949 dan UUD Sementara 1950, yaitu Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat. Isi pasal ini kemudian dicantumkan dalam UUD Sementara 1950.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar